Jumat, 12 Februari 2010

Mimpi Demokrasi dan Komersialisasi Partai Politik


SALAM REDAKSI POLSAMAN,

Kala sebuah perubahan diharapan muncul untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dan sosial, mungkin kah perubahan tersebut dapat terjadi tanpa sebuah cost yang besar atau berdarah-darah layaknya revolusi Iran, Cina, Rusia atau yang paling dekat dengan kita saja perjuangan Rakyat Aceh mendapatkan referendum mereka.

Ada seuntai harapan meski terkadang kabur, bisa saja cuma klise atau fatamorgana yang muncul meminjam kata wakapimred media Musi Rawas yang mengatakan itu mimpi, fatamorgana itu mimpi. Dalam konteks Pilkada Musi Rawas secara langsung oleh hampir 400.000 pemilih untuk yang kedua kali dengan mencoblos bukan mencontreng bukan pula dengan pulus atau uang.

Harapan itu adalah perubahan secara siginifikan abik dalam mencari nafkah, kesempatan untuk bekerja, mendapatkan jaminana pelayanan kesehatan yang memuaskan, atau sekolah dengan fasilitas cukup mumpuni tanpa ada DAK atau Dana Bos yang bermasalah masuk kekoran-koran dan media.

harapan tentang adanya sosok pemimpin bukan hanya sibuk mengumpulkan harta, bukan juga harem-harem, bukan juga ngumpulin preman-preman, tapi mengumpulkan para sarjana desa yang mulai menipis semangatnya untuk dipangil negara mengabdi memperbaiki minimal tata ruang desa mereka, minimal menjadi corong pemerintah daerah mensosialisasikan perda, produk hukum, pajak dasn sebagainya, membantu pemerintah mencarikan solusi para petani didesa mengelola pertanianya agar dapat menghasilkan produksi pertanian yang berlimpah seperti kata-kata gemah ripak lok jenawi, bukan tanah kami sibuk ditanami sawit korporasi perkebunan, atau juga membantu mencari potensi ekonomi baru untuk meningkatkan taraf kehidupan pedesaan dengan mencari solusi dan pengolaan ekonomi desa oleh para sarjana.

adakah yang mau membantu para duta-duta daerah yang dulu kuliah diluar desa untuk mendapatkan ijazah agar dapat mengabdi seperti Tri Dharma Perguruan tinggi, ketika kata mengabdi dikalahkan oleh kalah dan tidak lulus dalam tes PNS, tidak lulus menjadi pamong praja.

Adakah Para kandidat kedepan yang masuk dalam sistem Komersialisasi Partai Politik yang harus mengeruk dalam-dalam kocek dan mengambil uang tunai dibank untuk membayar para elit partai untuk dapat perahu, ketika kepala mau pecah karena para pengurus partai rewel mintak tambah dana, atau pusing mengumpulkan dukungan karena partainya kecil hingga costnya nambah lagi.

antara komersialisasi Partai Politik menjadi Mura 1 antara Mimpi demokrasi dan harapan para sarjana dipedesaan dapat diberdayakan dan dikaryakan oleh pemerintah daerah, adakah para kandidat yang maju kedapan mau memikirkan ini, kala Biaya Membeli perahu tinggi.

Namun mereka juga mesti tau Harga besar juga tinggi bos, gula dan kebutuhan pokok lainnya, sedangkan harag jual karet turun, jalan-jalan banyak rusak bahakn tanah liat, atau juga kita masih numpang dengan adek kita Kota Lubuklinggau, kantor kepala kita masih di Lubuklinggau, Juga Kator para politisi yang duduk di DPRD kantornya masih di Lubuklinggau, juga tempat Bupati kelak tepilih masih di Kota Lubuklinggau tidurnya, hanya KPU yang tau diri yang akan menunggu kantor baru di ibukota Kabupaten Musi Rawas Kec. Muara Beliti.

Harapan itu harus tetap ada, meski secara matematika Incumbent layak menang, karena minimnya sosialisasi kandidat yang maju, anehnya lagi mungkin karena takut dikatakan kedua kali kalau Mura Krisis Kepemimpinan rame-rame daftar calon Wakil Bupati, mestinya Bupatinya bos. Nah fenomena ini akan jadi tontonan yang memilukan, karena incumbent bisa-bisa terbang sebelum waktunya alias menang tanpa ada perlawanan yang seimbang. Nah...kita tunggu adakah yang berani lagi mencalonkan diri Menjadi Bupati selian 5 orang sedangkan yang mendaftarkan clon wakil bupati dibeberapa partai jumlahnya puluhan orang. Salut untuk incumbent bapak Ridwan Mukti, semua pada takut maju pak jadi bupati....apa rahasianya..?

WWW.politiksaman.com
Editorial Politiksaman adalah rangkuman Geopolitik daerah selama 2 mingguan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ARSIP

OPINI

  • Kaca Benggala: Sumpah Palapa - Oleh: Agus Jabo Priyono*) Ibarat pepatah, sebagai sebuah bangsa kita sedang berlayar dengan perahu besar, melawan gelombang liar. Dikurung langit yang tla...
    14 tahun yang lalu

BERANDA

PUISI & SASTRA